Malam Kehidupan



Malam, tak sekedar satu kata penama akhir siang, tersimpan begitu banyak hakekat mutlak bahwa malam adalah gudang misteri, tempat berkumpulnya asa pengukir pagi. Malam tak sekedar margin aktifitas, tapi malam adalah perwujudan dari ketersembunyiannya hukum alam. Akhir hari adalah sebuah ruang sunyi kegelapan, begitu pun kehidupan, berakhir gelap dan kesepian, tak tahu apakah saat itu asa telah terukir dihari esok, pasrah adalah cara yang terlalu sering menjadi andalan, apa guna asa kian memenuhi ruang jiwa bila kematian telah datang mendera, semua hanya menjadi ayal tak kasat mata yang kan hilang begitu saja termakan sempitnya usia. Setidaknya itulah artian malam bagi Yui, gadis berusia 19 tahun yang hidup dalam malam kehidupan.
...
            Kau biarkan helaian rambut panjangmu alpa dari tugasnya menghias kepalamu selamanya, kau biarkan wajahmu kehilangan semangatnya, matamu sayu seperti terbeban kantuk luar biasa, namun telah kau habiskan sekitar 4 tahun berada di atas ranjang tempat istirahatmu sekarang, di rumah sakit yang menjadi rumah keduamu kini, senyum tipis tersungging dari bibirmu yang pucat pasi kala gendang telingamu menangkap  suara dari komputer yang seakan menjadi penanda waktu ajal bagimu, selang-selang yang terhubung dengan tubuh rapuhmu seakan sudah menjadi teman baikmu, bau amis darah dan obat-obatan tak lagi asing bagimu, awalnya kau selalu frustasi namun kelamaan kau mulai menelan pil pahit kehidupan ini setelah kau divonis menderita kanker otak stadium akhir, dalam otak lemahmu selalu terbesit memori masa lalumu, terbesit begitu banyak impian yang kini hanya sekedar impian, kau bersandar pada bantal di balik punggungmu, mencoba mencari kenyamanan yang juga merupakan impianmu, lalu kau raih buku diary mu yang menjadi autobiografi hidupmu, jemarimu menggengam pena yang menari lincah mengukir rangkaian kata  pelipur lara.

Aku takut, bila nanti tiada artiku, aku gelisah bila mana tiada kesan atasku

Aku rapuh namun ku coba kuat dangan egoku

Salahkah aku bila bermimpi..? Bila bermimpi mencapai asa diesok pagi

Ku tahu itu hanya imagi dimalam sepi, bahkan kemustahilan pasti terjadi

Namun biarkan ku pegang teguh kepercayaan ini

Bahwa mimpi akan terwujud dengan kekokohan hati

Tuhan, kali ini saja izinkan ku wujudkan satu mimpi

mimpi yang mustahil terwujud dengan tubuh ini, yaitu kebahagiaan sejati

Cukup aku saja yang rasakan derita ini

            Bahumu bergetar, kini kau tengah menangis basahi kertas di pangkuanmu, kalimatmu keluar dengan keegoisanmu, tapi keegoisanmu bukan untuk kepentingan dirimu tapi orang lain, kau pikir kau mampu menanggung semua derita orang lain, namun dengan deritamu sendiri saja kau tidak kuat menahannya, karena itukah kau ingin hanya kau saja yang menanggungnya..? terlalu ironi jika memang itu mimpimu.

            Kau tutup buku diarymu kemudian kau letakkan di atas meja di sebelah ranjangmu, kau alihkan perhatianmu pada keadaan di luar sana, begitu gelap namun seketika lesatan halilintar membantu mata letihmu meneliti keadaan langit, sekumpulan nimbustratus tengah memenuhi langit rupanya, sedikit demi sedikit kau dengar rintik hujan mendera bumi dan ciptakan aliran kecil bersambung-sambung pada jendela kamar tempatmu bernaung, pelan kau senandungkan lagu favoritmu `Hartaku yang paling berharga ` dalam lagu itu tergiang ingatan tentang seseorang dalam hidupmu, liriknya membawa kenangan yang apa bila kau mengingatnya itu cukup untuk membuat sudut bibirmu tersungging ke atas, kau coba kumpulkan pecahan memori itu dalam otak rapuhmu, rasa sakit yang kau rasakan saat ini sudah biasa bagimu.

 Malam, ya, ini sudah malam, suramnya hujan, dinginnya angin malam, dan sepinya ruangan ini dari kehidupan, cukup membuatmu konsentrasi menggali lebih dalam ingatan yang terkubur dalam otakmu dan kau mengingatnya...

 kau ingat saat kau adalah seorang gadis kecil berusia 9 tahun, kau tengah melantunkan sebuah lagu diiringi sebuah melodi yang tercipta dari tuts-tuts piano yang saat itu dimainkan oleh seorang anak laki-laki yang lebih tua satu tahun darimu, Reinand Dio nama anak itu, ia berperawakan lebih tinggi darimu, rambutnya agak acak-acakan namun tidak memberi kesan berandalan padanya, kulitnya putih langsat, ia mengenakan kaus polos berwarna biru kehitaman ditambah kemeja berwarna soft cream dan celana jeans berwarna biru laut, sementara kau mengenakan drees selutut berwarna jingga tanpa lengan, kulitmu putih langsat sedikit lebih putih dari anak laki-laki di hadapanmu, rambutmu panjang, setengah rambutmu dikucir dua dengan pita berwarna putih menambah kesan imut padamu.

            Senyuman mengiringi setiap lantunan nada dan kata yang terucap seolah hanya untuk kalian berdua hingga nada terakhir  mengakhiri lagu berdurasi 6 menit itu, lagu yang mengisahkan hidup seorang gadis yang hampir putus asa namun ia berusaha untuk percaya dan yakin bahwa suatu saat ia akan mendapat sebuah alasan mengapa ia hidup, akhirnya ia terus hidup setelah ia mendapat sebuah kenangan berharga bahwa bukan hanya ia yang menderita tapi ada orang lain yang sama sepertinya, mereka terus hidup dan melawan ketidakadilan hingga tiada lagi penyesalan dalam hidupnya. Berakhir bahagia bukan..? Menjadi semua impian manusia memiliki akhir cerita yang bahagia tapi terkadang kenyataan seakan menjadi pedang terakhir yang tersisa untuk membunuh sang antagonis namun kita terlambat menyadari keberadaannya sehingga pedang itu menjadi hal tak berguna.

            Tiba-tiba anak laki-laki itu memegangi kepalanya kesakitan, sontak kau langsung mendekatinya dan memegang bahunya dari belakang.

            “Senpai...ada apa..?”  tanyamu penuh kecemasan padanya.

            “Tidak ada apa-apa...” Ucapnya berusaha tersenyum, ia berbohong karena sesungguhnya rasa sakit kini telah mendera kepalanya.

            “apa senpai yakin..?” Tanyamu, kau tahu bahwa sosok di depanmu tengah berbohong tapi kau pura-pura tak menyadarinya.

            “Tentu saja... ” Ucapnya lirih.  Matamu tengah berkaca-kaca, kau mengangguk, melihat ketegarannya menghadapi rasa sakitnya, kecelakaan yang dialaminya 2 tahun silam, itu membuatmu tak kuasa menahan tangis hingga air mata akhirnya terjun bebas dari pelupuk matamu.

            “Dasar cenggeng..! Lagu berikutnya akan jelek kalau kau menangis, jadi jangan menangis... oke?” kau kemudian tersenyum menanggapi senyuman darinya itu.

            Selang beberapa saat lantunan piano kembali terdengar dari ruangan yang hanya berisi kalian berdua, lagu ini menggambarkan hilangnya penyesalan setelah sang penyanyi mangetahui bahwa semua orang akan hidup dalam kenangan. Kau menyanyi dengan sangat baik,  hingga akhir lagu berdurasi 5 menit itu selesai. Brave song memang judul yang tepat untuk lagu itu.

            “Yui... suatu saat temukanlah alasan mengapa kau hidup, teruslah melangkah maju walau kau sendiri seperti lagu yang kau nyanyikan tadi dan pada akhirnya semua orang akan hidup dalam kenangan jadi teruslah maju, berikan kenangan indah tentang hidupmu .” Kata anak laki-laki itu seraya berdiri di depanmu  yang tengah terisak itu, ia usap air matamu, di peluknya  tubuh gemetarmu penuh kasih sayang.

            Setelah kau merasa baikan, kalian duduk di bangku panjang di depan piano, atas permintaan darinya, kini kau tengah memainkan piano, kepalanya kau biarkan bersandar pada bahu kecilmu. Alunan melodi yang kau mainkan sama sekali tak kau sadari adalah lagu pengiring kepergiannya, kau terus bermain sampai akhir walau tiada lagi kau rasakan hembusan nafasnya, melodi terakhir telah selesai dan air mata akhirnya terjun bebas dari pelupuk matamu, dipelukmu tubuh tak bernyawa itu.
...
            Itulah sekilas ingatanmu, kau raih buku diarymu lagi, ingin rasanya kau tulis sesuatu untuknya,  untuk orang yang mengajarimu banyak hal, untuk orang yang memberimu kebahagiaan... kau merasa jemarimu tak lagi kuat menggenggam pena, kepalamu terasa berat dan nafasmu tidak teratur, inikah akhir hidupmu...?? kau berdo`a meminta pada sang maha pencipta agar diberi sedikit waktu untuk sekedar menuliskan isi hatimu, lalu kau merasa keteguhan tekad membuat-Nya mengabulkan do`a mu...

Ku rasakan sakit yang sama denganmu, ku coba kembangkan senyum yang sama denganmu

Ku coba teguhkan hati seteguh hatimu, namun semangat itu hanya milikmu

Derai air mata basahi pipiku, teringat padamu yang setegar itu

Aku tak bisa tepati janjiku, keyakinanku ditelan ganasnya waktu

Bersama hujan kulantunkan sebuah lagu, mengenangmu kuatkan hatiku

Kini Tuhan telah memanggilku

Menuju tempat di mana  aku bisa bertemu denganmu

Walau suram warnai sisa hidupku

Ku bersyukur telah terlahir dan bertemu denganmu

            Perlahan pena itu lepas dari genggamanmu, jatuh ke lantai seiring lepasnya jiwa dari raga yang fana, tiada lagi penyesalan dalam hidupmu, senyum tulus pun iringi kepergianmu

Manusia telah diberi kebahagiaan dari sang pencipta, manusia hanya perlu menyadarinya dan bersyukur atasnya, entah kebahagiaan itu diakhir atau diawal cerita kehidupan manusia, entah di dunia mau pun di akhirat nantinya. Percayah kebahagiaan itu ada.





Komentar